Moga bisa memberi manfaat yaa :)
Seorang teman bercerita bahwa ada seorang teman anaknya yang “tergila-gila” meng-
update statusnya di Facebook. Kata teman saya, paling lambat, remaja yang duduk di kelas 1 SMA itu meng-
update
statusnya 15 menit sekali. Bayangkan, itu juga dilakukannya di sekolah!
Jadi, di kelas, selama guru mengajar, anak itu terus “bergerilya”
ber-Facebook-ria.
Itu cerita sekitar setahun yang lalu. Sekarang, anak itu sudah
beralih ke Twitter. Ia rajin ber-Twitter-ria, persis dengan pola yang
sama seperti dulu ia menggunakan Facebook.
Bagian dari kehidupan
Memang, bagi sebagian remaja masa kini, internet adalah bagian dari kehidupan sehari-hari. Mereka adalah
Digital Natives,
generasi yang lahir sesudah tahun 1990, yang sejak lahir sudah mengenal
teknologi media baru. Mereka umumnya sangat fasih berselancar di dunia
maya.
Dengan teknologi
handphone yang makin canggih, yang
memungkinkan internet dapat diakses dengan mudah, maka internet pun
makin dekat dengan kehidupan anak. Bisa dikatakan, internet sekarang ada
di genggaman anak (melalui HP yang selalu ada di tangan anak).
Twitter, Facebook, Youtube adalah tiga
social media yang menjadi favorit remaja sekarang. Dengan Facebook, mereka meng-
upload foto, berbagi link, menulis status, memberikan
comment, dan lain-lain. Dengan Twitter, remaja banyak melakukan aktivitas menulis status (
tweet), menyapa teman (
mention), menjawab sapaan teman (
reply), meneruskan
tweet
yang menarik, dan sebagainya. Sedangkan melalui Youtube, mereka
mengunggah video, mengunduh video, menonton video, belajar sesuatu dari
video, berbagi ilmu melalui video, dan lain-lain.
Anak dan remaja dapat mengambil manfaat dari berbagai
social media
ini. Namun, masalahnya, seperti media lain yang juga memiliki dua sisi
(positif dan negatif), media-media ini pun memiliki potensi dampak
negatif. Salah satunya yang sering dipermasalahkan adalah
kecanduan.
Potensi mencandu
Cerita di awal tulisan ini adalah salah satu ilustrasi tentang remaja
yang kecanduan internet. Anak-anak dan remaja memang menyukai internet.
Cuma, harus dibedakan antara kesukaan (
preference) dan kecanduan (
addiction).
Ketika anak masih bisa menikmati harinya tanpa ada atau tanpa
gadgets-nya
itu artinya anak masih pada taraf suka. Namun, ketika anak mulai
mengeluh, “Saya tidak bisa tenang tanpa memeriksa Facebook di HP,” itu
tandanya anak mulai kecanduan.
Ketika anak masih bermain
game di komputer dengan batasan
waktu yang masih bisa ditolerir, anak dapat dikatakan masih sebatas
“suka”. Namun, saat ia ingin terus-menerus bermain
game, marah-marah saat ditegur untuk berhenti, maka itu tandanya anak mulai kecanduan.
Potensi anak untuk kecanduan sangat besar. Salah satu ciri teknologi
adalah menghapus batas-batas. Pada dekade yang lalu, anak-anak kita
bermain
game di tempat tertentu. Sebut saja di rumah, karena
game yang ada tidak bisa dibawa ke mana-mana. Kini, di mana pun dan kapan pun anak-anak bisa mengakses
game dengan mudah. Beberapa perangkat
game sudah bersifat
portable alias bisa dibawa ke mana pun. Apalagi, sekarang teknologi HPmakin canggih.
Pada situasi tertentu, anak dan remaja mungkin tidak lagi bisa
membedakan batas-batas penggunaan media-media baru itu. Misalnya,
kebiasaan bermain
game di rumah yang tidak dibatasi berujung pada kebiasaan bermain
game di kelas menggunakan HP