16.2.15

Cara Menghadapi Anak Yang Tidak Patuh


 
 Hai bunda berikut ini cara menghadapi anak yang tidak patuh, semoga bermanfaat ya?
Perilaku tidak patuh dan tidak mau melakukan aturan yang sudah ditetapkan orangtua ini biasanya mencapai puncaknya ketika anak memasuki usia 2 tahun dan akan berkurang seiring bertambahnya usia anak.  Jangan anggap diri Anda gagal mengasuh anak, atau anak sengaja membuat Anda marah. Jangan beradu keras dengan balita, coba hadapi dengan sikap ini:

1. Tetap realistis. Pahami proses tumbuh kembang anak, termasuk kemampuan yang mereka miliki,  untuk membantu Anda  saat berhadapan dengan balita  dengan dorongan yang meluap-luap. Tetaplah berpikir dan bertindak realistis! Sebagai contoh, anak batita  umumnya tidak tahan berlama-lama duduk di atas kursi makannya. Jadi, bila Anda memaksanya untuk tetap duduk, dia akan ‘meledak’ karena tidak bisa menahan keinginan untuk turun dari kursi makannya. Dia bisa saja membuang makanannya atau menutup mulutnya rapat-rapat. Coba cegah hal-hal seperti ini terjadi dengan mengenali keterbatasan kemampuan yang dimiliki anak.  Di lain pihak, anak pun akan merasa nyaman karena tidak merasa dipaksa melaklukan hal-hal yang di luar batas kemampuannya.

2. Coba pahami. Balita yang impulsif kadang tidak memperhitungkan konsekuensi dari tindakannya, sehingga dia  tampak liar. Cobalah untuk memahami apa yang dia rasakan dibalik aksinya itu.  Misalnya saja saat melihat balita berebut ayunan dengan temannya, katakan padanya, “Bunda tahu kamu sangat  ingin bermain ayunan,  tetapi sekarang giliran si A untuk bermain ayunan itu.  Bagaimana kalau kita sekarang main puzzle ini dulu sampai tiba giliran kamu bermain ayunan lagi?” Latihan menunggu giliran ini juga akan melatih kemampuan kontrol dirinya.

3. Tanpa diskusi. Mungkin Anda heran melihat balita 2-3 tahun mampu menampilkan amarahnya di hadapan Anda. Menurut Elizabeth B. Hurlock dalam bukunya yang  berjudul Child Development, kemarahan adalah ekspresi wajar yang sering diungkapkan anak. Karena rangsangan yang menimbulkan rasa marah lebih banyak, dan pada usia ini anak-anak  sudah tahu bahwa kemarahan merupakan cara efektif untuk medapat perhatian atau keinginan mereka. Dalam keadaan demikian, tak ada gunanya Anda mencoba berdiskusi dulu dengannya. Anda dapat membuatnya sadar bahwa marahnya sia-sia dengan bersikap tidak acuh dan tetap melanjutkan kegiatan Anda saat itu, misalnya membaca buku. Bila dirasa perlu dan Anda yakin anak aman dengan lingkungan  tempatnya berada,  tinggalkan saja untuk sementara waktu. Tapi kalau dia marah sambil   membenturkan kepala misalnya, Anda sebaiknya mengikuti saran Rachel Goodchild (rachel-goodchild.com), seorang  penulis dan ahli dalam pekembangan anak, yakni ‘swoop and scoop’.  Peluk anak dari belakang dan segera bawa  ke tempat yang tenang dan aman. Ajaklah balita berbicara dengan nada yang rendah dan lembut. Pancing dia dengan pertanyaan, misalnya, “Kamu kecewa karena ....”   Cara ini dapat membantu anak mengenali perasaan negatif, seperti marah, kecewa, sedih, dan jengkel, yang menguasainya saat itu. Bila dia merasa dipahami,  kerja sama Anda dengannya lebih mudah tercapai.

4. Tentukan batasan. Saat anak  beraksi impulsif adalah saat dia mencoba untuk mengerti dunianya.  Tapi bukan berarti  Anda tidak perlu menentukan batasan atau aturan yang masuk akal untuknya. Orangtua harus memperkenalkan anak pada aturan bersosialisasi, berupa disiplin.   Beritahukan batasan tersebut pada anak secara singkat dan sederhana. Anak di bawah usia 3 tahun hanya bisa paham bahwa dua orang dapat memiliki perasaan yang berbeda terhadap benda yang sama, atau bahwa Anda bertentangan dengannya tanpa mengerti mengapa ini terjadi. Penolakan atau pertentangan yang ditunjukkan anak   ini tidak ditujukan kepada Anda. Semua anak akan melalui fase  yang disebut negativistik ini, yang merupakan fase penting dalam pembentukan ekspresi diri dan   bagian mendasar bagi pembentukan ego atau keakuan, serta langkah  penting dalam membentuk  kepribadiannya. Jadi, yang sebaiknya Anda lakukan saat mereka melanggar batasan yang Anda tentukan adalah bersikap tegas dan konsisten untuk menghadapinya, tapi tidak mendominasi.  Anak yang ingin menggambar di dinding rumah, misalnya, mungkin akan kecewa saat Anda melarangnya.  Tapi dia butuh belajar bahwa dinding  bukan tempat untuk mengekspresikan kreativitasnya. Lambat laun anak akan  sadar bahwa dunia tidak akan berhenti berputar hanya karena dia tidak dapat melakukan semua yang dia inginkan.

5. Beri waktu. Anda tidak perlu terburu-buru dalam membantu anak mengontrol  atau mengatasi dorongan-dorongan dalam dirinya. Kemampuan ini akan datang secara bertahap. Selain perlu waktu, proses ini butuh kebesaran hati dan kesabaran Anda.  Jadilah contoh perilaku yang Anda harapkan dari anak, dan jangan tergesa-gesa mengambil tindakan keras terhadapnya.  Anda bisa terapkan:
  • Beri penguatan positif, hargai kepatuhan anak. Misalnya, beri satu bintang di kartu catatan perilaku anak bila dia mau mematuhi kata-kata Anda.  Setiap dia berhasil mengumpulkan lima buah bintang, beri hadiah.   Puji keberhasilannya dan jelaksan mengapa dia diberi hadiah.
  • Beri teguran yang efektif. Tegur ketidakpatuhan anak, ungkapkan   akibat dari ketidakpatuhannya itu. Misalnya, bila dia tidak mau membereskan mainannya, maka bunda akan kesal karena itu berarti pekerjaan bunda bertambah banyak. Teguran yang tidiak efektif adalah bila teguran itu melukai hati anak, misalnya menyindirnya atau memukulnya.   
  • Mempererat hubungan dengan anak. Tunjukkan rasa sayang Anda pada anak. Luangkan waktu bersamanya, terimalah ia dan bersikaplah saling mendukung dengan cara ini anak akan lebih senang menerima aturan Anda. 
(Sumber : ayahbunda.co.id)

0 komentar:

Post a Comment